Aug 6, 2014
GHEA SUKASAH PANGGABEAN (PELOPOR BUSANA TRADISIONAL TANAH AIR BERGAYA MODEREN)
Ghea Sukasah Panggabean lahir dari keluarga yang sangat menjunjung tinggi toleransi beragama, dimana sang ayah yang bernama Sutardi Sukarya adalah seorang muslim dan ibunya yaitu Janne Jannie Horneman berdarah Belanda merupakan seorang nasrani, mengajarkan nilai – nilai toleransi tersebut kepada Ghea Sukasah sejak kecil.
Ghea sendiri adalah anak tunggal yang lahir di Roterdam – Belanda, pada tanggal 1 Maret 1955 dengan nama Siti Giskaeni. Karena tradisi di Belanda yang menganjurkan agar anak perempuan pertama harus memakai nama yang sama dengan neneknya, sehingga digunakanlah nama Ghea.
Ghea menikah dengan pria asal Indonesia yakni Doddy Sukasah, dan mereka dikaruniai dua orang putri kembar yang diberi nama Amanda Sukasah dan Janna Sukasah. Namun pernikahan mereka hanya mampu bertahan 15 tahun.
Kemudian selang beberapa lama, Ghea menikah lagi dengan Baringin Panggabean dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Igor Panggabean.
Sejak kecil Ghea Panggabean sangat suka menggambar. Ia banyak berkeliling mengikuti sang ayah yang merupakan seorang mantan pegawai pajak serta diplomat, dan sering berpindah tugas dari Yogyakarta, Jakarta, Roterdam, Bremen, Amsterdam, hingga kembali lagi ke Jakarta.
Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh Ghea Panggabean saat masih berada di Jerman Barat. Lalu ketika masuk SMP dan SMU, ia menjalaninya selama di Rotterdam – Belanda, yang kemudian melanjutkan lagi SMU di Tarakanita - Jakarta setelah balik ke Indonesia. Selesai pendidikan SMU, Ghea Panggabean meneruskan ke bangku kuliah di Universitas Tri Sakti - Jakarta, Jurusan Teknik Seni Rupa. Namun pendidikan ini dijalaninya hanya setahun karena merasa jurusan tersebut lebih fokus mempelajari ilmu seni rupa secara matematis tanpa mendalami ilmu desain, sehingga sangat jauh dari impiannya yang ingin berkarya dalam dunia busana.
Ghea Panggabean sempat ikut pendidikan kuliah di Stamford Secretary and Management, Singapore hingga selesai. Hal ini dilakukannya karena sang ayah yang menginginkan Ghea agar kelak bisa cepat dapat kerja dan mandiri. Akhirnya setelah lulus kuliah, ia pun bekerja sebagai seorang sekretaris pribadi Prof. Dr. Priyatna Abdurrayid, SH, Phd di Jakarta (salah seorang Ahli Hukum Aeronatika).
Kerinduannya akan dunia fashion membuat Ghea Panggabean memutuskan untuk ikut kuliah di Lucie Clayton College of Dress Making Fashion Design pada tahun 1976 sampai 1978. Dilanjutkan dengan memperdalam ilmu desainnya di Chelsea Academy Of Fashion, London - Inggris tahun 1979.
Saat kembali ketanah air, Ghea Panggabean mulai merintis angan – angannya untuk menjadi seorang desainer dengan memilih mengangkat busana tradisional bergaya moderen sebagai ciri khasnya. Ghea pun memilih lurik Jawa sebagai karya pertamanya dan ternyata laku terjual. Kemudian berlanjut dengan karya – karya lainnya yang memadukan kain tradisional, seperti: Motif Sumba, Ulos Tapanuli, Songket Limar, Grising Bali, Kain Aceh, Peranakan, serta kain khas dari daerah lainnya.
Sambil menjalankan usahanya, ia menggali semua literatur khasanah budaya pakaian tradisional tanah air hingga berkunjung ke berbagai pelosok nusantara.
Ia bahkan melakukan terobosan luar biasa dengan mendesain kain lurik dan jumputan asli Palembang menjadi tampil lebih moderen dan eksotik. Karya tersebut membuat Ghea Sukasah Panggabean meraih penghargaan Indonesia’s Best Ready to Wear Designers pada Aparel Award tahun 1987.
Kain jumputan buatan Ghea Panggabean ada yang dibuat melalui proses tenunan pabrik yang produksinya membutuhkan waktu lama hingga berminggu - minggu untuk menyelesaikannya, dan juga ada yang dihasilkan dalam waktu singkat namun menggunakan teknik print diatas kain sutera, organza, dan stretch.
Tidak hanya sampai disitu, dibulan Juli 2011, Ghea Panggabean kembali menghasilkan rancangan busana muslim dan mengikut sertakan karyanya pada pergelaran Islamic Fashion Festival (IFF) bertempat di Hotel Mandarin Oriental Hyde Park, London – Inggris. Karya tersebut diberinya tema “Eastern Treasures”. Tak disangka, ternyata busana muslim ciptaannya diminati dan dibeli oleh beberapa wanita berkelas saat itu, diantaranya Putri Charlotte Casiraghi yang berasal dari Maroko.
Untuk terus berinovasi dalam berkarya, Ghea Panggabean tidak pernah berhenti belajar dan mengamati perkembangan fashion yang setiap tahun trend-nya berubah. Ia juga sering berbagi pengalaman dengan para desainer lokal. Bahkan saat berkunjung ke pengrajin tekstil di Padang yang diprakarsai oleh Departemen Perindustrian, Ghea Panggabean berkesempatan memberikan berbagai ide dan pengetahuan untuk bagaimana mengangkat dan mempertahankan busana tradisional dengan mengikuti model bergaya moderen tanpa meninggalkan ciri khas setiap daerah.
Ghea Panggabean tidak akan pernah berhenti mengangkat busana tradisional nusantara hingga kemata dunia agar mampu bersaing dengan produk busana internasional. Sampai saat ini Ghea Panggabean selalu rutin mengikuti berbagai pergelaran fashion show diberbagai kota besar benua Eropa.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment