Ghea Sukasah Panggabean lahir dari keluarga yang sangat menjunjung tinggi
toleransi beragama, dimana sang ayah yang bernama Sutardi Sukarya adalah seorang muslim dan ibunya yaitu Janne Jannie Horneman berdarah Belanda merupakan seorang nasrani, mengajarkan nilai – nilai toleransi tersebut kepada
Ghea Sukasah sejak kecil.
Ghea sendiri adalah anak tunggal yang lahir
di Roterdam – Belanda, pada tanggal 1 Maret 1955 dengan nama Siti Giskaeni. Karena
tradisi di Belanda yang menganjurkan agar anak perempuan pertama harus memakai nama yang sama dengan neneknya, sehingga digunakanlah nama Ghea.
Ghea menikah dengan
pria asal Indonesia yakni Doddy Sukasah, dan mereka dikaruniai dua orang putri kembar yang diberi nama Amanda Sukasah dan Janna Sukasah. Namun pernikahan mereka hanya mampu bertahan 15 tahun.
Kemudian selang beberapa lama, Ghea menikah lagi dengan Baringin Panggabean dan melahirkan seorang putra yang diberi nama Igor Panggabean.
Sejak kecil
Ghea Panggabean sangat suka menggambar. Ia banyak berkeliling mengikuti sang ayah yang merupakan seorang mantan
pegawai pajak serta diplomat, dan sering berpindah tugas
dari Yogyakarta, Jakarta, Roterdam, Bremen, Amsterdam, hingga kembali lagi
ke Jakarta.
Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh
Ghea Panggabean saat masih berada
di Jerman Barat. Lalu ketika masuk SMP dan SMU, ia menjalaninya selama
di Rotterdam – Belanda, yang kemudian melanjutkan lagi
SMU di Tarakanita - Jakarta setelah balik ke Indonesia. Selesai pendidikan SMU,
Ghea Panggabean meneruskan ke bangku kuliah
di Universitas Tri Sakti - Jakarta, Jurusan Teknik Seni Rupa. Namun pendidikan ini dijalaninya hanya setahun karena merasa jurusan tersebut lebih fokus mempelajari
ilmu seni rupa secara matematis tanpa mendalami
ilmu desain, sehingga sangat jauh dari impiannya yang ingin berkarya dalam
dunia busana.
Ghea Panggabean sempat ikut pendidikan
kuliah di Stamford Secretary and Management, Singapore hingga selesai. Hal ini dilakukannya karena sang ayah yang menginginkan Ghea agar kelak bisa cepat dapat kerja dan mandiri. Akhirnya setelah lulus kuliah, ia pun
bekerja sebagai seorang sekretaris pribadi
Prof. Dr. Priyatna Abdurrayid, SH, Phd di Jakarta (salah seorang Ahli Hukum Aeronatika).
Kerinduannya akan
dunia fashion membuat
Ghea Panggabean memutuskan untuk ikut
kuliah di Lucie Clayton College of Dress Making Fashion Design pada tahun 1976 sampai 1978. Dilanjutkan dengan memperdalam
ilmu desainnya di Chelsea Academy Of Fashion, London - Inggris tahun 1979.
Saat kembali ketanah air,
Ghea Panggabean mulai merintis angan – angannya untuk
menjadi seorang desainer dengan memilih mengangkat
busana tradisional bergaya moderen sebagai ciri khasnya. Ghea pun memilih
lurik Jawa sebagai karya pertamanya dan ternyata laku terjual. Kemudian berlanjut dengan karya – karya lainnya yang memadukan
kain tradisional, seperti:
Motif Sumba, Ulos Tapanuli, Songket Limar, Grising Bali, Kain Aceh, Peranakan, serta kain khas dari daerah lainnya.
Sambil menjalankan usahanya, ia menggali semua literatur
khasanah budaya pakaian tradisional tanah air hingga berkunjung ke berbagai pelosok nusantara.
Ia bahkan melakukan terobosan luar biasa dengan
mendesain kain lurik dan jumputan asli Palembang menjadi tampil lebih
moderen dan eksotik. Karya tersebut membuat
Ghea Sukasah Panggabean meraih
penghargaan Indonesia’s Best Ready to Wear Designers pada
Aparel Award tahun 1987.
Kain jumputan buatan Ghea Panggabean ada yang dibuat melalui
proses tenunan pabrik yang produksinya membutuhkan waktu lama hingga berminggu - minggu untuk menyelesaikannya, dan juga ada yang dihasilkan dalam waktu singkat namun menggunakan
teknik print diatas kain
sutera, organza, dan stretch.
Tidak hanya sampai disitu, dibulan Juli 2011,
Ghea Panggabean kembali menghasilkan
rancangan busana muslim dan mengikut sertakan karyanya pada
pergelaran Islamic Fashion Festival (IFF) bertempat
di Hotel Mandarin Oriental Hyde Park, London – Inggris. Karya tersebut diberinya tema
“Eastern Treasures”. Tak disangka, ternyata
busana muslim ciptaannya diminati dan dibeli oleh beberapa wanita berkelas saat itu, diantaranya
Putri Charlotte Casiraghi yang berasal dari Maroko.
Untuk terus berinovasi dalam berkarya,
Ghea Panggabean tidak pernah berhenti belajar dan mengamati
perkembangan fashion yang setiap tahun trend-nya berubah. Ia juga sering berbagi pengalaman dengan
para desainer lokal. Bahkan saat berkunjung ke
pengrajin tekstil di Padang yang diprakarsai oleh
Departemen Perindustrian,
Ghea Panggabean berkesempatan memberikan berbagai ide dan pengetahuan untuk
bagaimana mengangkat dan mempertahankan busana tradisional dengan mengikuti
model bergaya moderen tanpa meninggalkan ciri khas setiap daerah.
Ghea Panggabean tidak akan pernah berhenti
mengangkat busana tradisional nusantara hingga kemata dunia agar mampu bersaing dengan
produk busana internasional. Sampai saat ini
Ghea Panggabean selalu rutin mengikuti berbagai pergelaran fashion show diberbagai
kota besar benua Eropa.